Kamis, 02 Mei 2013

Menjadi Seorang Guru, (sebuah catatan perjalan singkat)



^Old people said, Experience is the best teacher ^
Yet, Everybody is a teacher......

Pernahkah terbelesit keinginanmu untuk menjadi seorang guru? Pernahkah dalam ingatan masa kecil mu terbelesit cita-cita menjadi seorang guru? Apakah sekarang kamu adalah seorang guru?

Dalu ketika aku masih di bangku SD, sama sekali tidak terbelesit cita-cita untuk menjadi seorang guru. Angan-anganku jauh membumbung tinggi untuk menjadi seorang astronout waktu itu, dan seorang ilmuwan, bahkan menjadi seorang perampok. Betapa imajinasi masa kecil sungguh tak terbatas dinding-dinding realitas yang kemudian membenturkan aku hingga terjerembab ke dunia perguruan. Oh, betapa tidak....

Seiring bertambahnya usiaku, dinding realitas membentur ketika aku sangat berminat belajar tentang jagad raya dan isinya namun tidak diimbangi dengan kemampuan dalam hal kalkulasi angka-angka imajiner yang bagiku itu sungguh melelahkan. Akhirnya, impian menjadi astronout berlalu begitu saja, seakan tenggelam bersama ribuan bintang di angkasa sana.

Kemudian ketika seorang guru bertanya, apa cita-citaku? Sontak aku mulai bingung, mengingat sangat tidak realistis jika aku menjawab, aku ingin jadi asrtonout.
Pikiranku mulai terbuka ketika aku dan Bapak sama-sama menyukai suatu iklan media cetak (red: Kompas). Iklan ini mengisahkan tentang seorang jurnalis perempuan muda yang rela mengajar di suatu tempat terpencil di Sumatera. Dia, menjadi guru bagi generasi muda suku Anak Dalam, di daerah Jambi. Puisi yang dia bacakan sungguh menginspirasi. Salah satu kutipan yang selalu aku ingat, dari Bapak dan iklan itu adalah, ” bahwa hidup haruslah bermanfaat, bagiku, bagimu.....” Semenjak saat itu, aku bercita-cita untuk menjadi seorang guru. Menjadi seorang pendidik.

Suatu hari, Bapak memberikanku sebuah kompas dan berpesan, agar aku tak jadi katak dalam tempurung. Indonesia adalah negeri yang luas, apalagi dunia. Maka menjelajahlah. Dan lagi-lagi, sosok Bapaklah yang menginspirasiku untuk memantabkan niat menjadi pendidik di pedalaman, mengikuti program SM3T (Sarjana Mendidik di daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal).
Perjalananku untuk mewujudkan cita-cita ini penuh tantangan dan kegagalan. Pertama kali mendaftar aku gagal. Mungkin karena waktu itu Ibuku tidak merestui. Ah,,, andai saja Bapak belum ke surga, pasti beliau akan sangat mendukung. Aku yakin itu. Sedih rasanya, ketika tekadku sudah bulat namun harus mengalami kegagalan yang menyedihkan. Aku tidak lolos di seleksi tertulis, dan hanya akulah yang tidak lolos dari sekian banyak teman sejurusanku. Walaupun begitu, aku tidak menyerah. Diam-diam aku belajar dan berdo’a.

Maka tahun berikutnya, ketika program SM3T angkatan II dibuka, aku tetap memutuskan untuk mendaftar. Kali ini tidak boleh gagal. Aku meminta restu ibuku dan semua keluargaku. Aku minta do’a mereka agar usahaku mewujudkan cita-citaku berjalan lancar. Sayang sekali, aku membuat kesalahan fatal. Tepat dihari terahir pendaftaran, koneksi internet error. Aku telat mengumpulkan persyaratan. Aku gagal untuk kedua kalinya.

Namun tidak hanya sampai disitu. Aku terus berdo’a agar aku bisa mendapatkan kesempatan itu. Dan, puji Tuhan, do’aku terjawab... akhirnya, aku baca pengumuman pendaftaran SM3T 2012 gelombang ke-2. Senang sekali rasanya.... hari itu juga, aku langsung melengkapi administrasi pendaftaran. Seleksi administrasi dengan mulusnya terlewati, begitu pula serangkaian seleksi yang mengikuti.

Singkat cerita, sekarang aku di sini. Menjadi seorang guru. Menjadi seorang pendidik di sebuah sekolah di daerah yang bisa dikatakan tertinggal. Di Kecamatan Detukeli, Kab. Ende. Aku mengajar di SMP N Detukeli sebagai guru Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Bangga dan terharu rasanya... walaupun kini aku hidup di desa tanpa listrik PLN, akses air sulit, namun justru itulah tantangannya. Dan aku menikmati semua ini dengan penuh syukur...

Hari ini, baru pertama kalinya aku merayakan hari Pendidikan Nasional dengan penuh rasa haru dan bangga. Justru di daerah ini. Daerah dimana untuk mengikuti upacara Hardiknas harus rela berjalan kaki hingga 9 km. Pagi ini, bendera Merah Putih berkibar gagah di tiang bambu, bercumbu dengan langit biru. Pagi ini, aku mendengar tangis guru-guru honorer, haru dan pilu. Pagi ini, kami para guru di Kec. Detukeli saling berjabat tangan mengucapkan SELAMAT HARI PENDIDIKAN NASIONAL. Dan, bersama hembusan angin aku ucapkan SELAMAT ULANG TAHUN, BAPAK.... Sumber Inspirasiku, Pahlawanku.....


Menyalakan lilin basah mungkin agak sulit, namun ketekunan untuk terus menyalakan api lama-lama akan membuat sumbunya kering, untuk semakin mudah dinyalakan....

Detukeli, 02 Mei 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar