Selasa, 05 April 2022

Makan Enak

 

Setelah entah berapa purnama berlalu, Alhamdulillah mendapati lagi pengalaman makan sambil menangis. Ini terasa romantis, meskipun makan sendiri, hanya dengan nasi dan telur goreng. Sebuah momen langka, yang sayang untuk dilewatkan.

Sudah 10 hari lamanya merasakan tak enak makan berkat invasi keluarga Salmonella. Kukira keadaan membaik karena kaplet Lumbricus yang katanya manjur. Bisa jadi, makhluk penyubur tanah yang menggelikan itu memberikan khasiat dan manfaat. Ah, padahal kalau melihat bentuk nyatanya rasanya tak menambah nafsu makan. Begitu hebatnya yang mengijinkan makhluk itu berperan, membuatku merasa sudah saatnya kembali menikmati momen makan.

Apakah itu hanya sugesti?

Lalu Siapa yang membuatku bisa merasakan nikmatnya momen makan ini? Apakah ini terasa nikmat karena aku mampu beli beras, telur, garam dan minyak goreng yang sedang langka dan mahal itu? Ah, nyatanya beras yang kumakan adalah buah perhatian kawanku yang habis panen padi kampung. Telur kuperoleh karena kebaikan hati muridku yang mau meluangkan waktu untuk sejenak ke warung. Lalu minyak yang kugunakan adalah cemceman untuk simpan kemiri, kubeli saat keberadaannya belum sulit dicari.

Berarti bukan karena aku mampu beli.

Lalu mengapa aku menangis?

Karena Dia yang berbaik hati, mengizinkan, dan memberi kemampuan. Seandainya aku dikatakan mampu bukan berarti karena aku mampu, atau hanya sekedar mau. Seandainya aku kuat nyatanya aku sempat kalah bertanding dengan Salmonella.

Aku menangis karena begitu nikmatnya makananku. Meskipun sedang tidak bersama mereka yang membuat momen romantis dikatakan ‘romantis’. Tapi ini romantis.

Lalu mengapa aku begitu lugu mengatakan ini adalah momen langka?

Padahal nikmat yang Dia berikan jauh dari kata jarang, tak seperti minyak goreng yang entah sekarang belinya dimana.


Catatan sebelum Ramadhan 1443


Tidak ada komentar:

Posting Komentar